Chicha sekarang
memang Direktur PT Chicha Citrakarya yang bergerak di bidang Interior
Design, Enterprise, Grafic Design, dan Landscape. Yang jelas perbedaan
antara Chicah cilik dan Chicha sekarang bukan pada penyanyi atau wanita
karier; tetapi pada keyakinan imannya.
Chicha
hari ini adalah Chicha yang muslimah, yang hatinya telah terbimbing
cahaya kebenaran Dinullah (Islam). Perihal keislaman saya, beberapa
majalah ibukota pernah mengakatnya. Itu terjadi tahun 1985.
Singkatnya,
saya tergugah mendengar suara azan dari TVRI studio pusat Jakarta.
Sebetulnya saya hampir tiap hari mendengar suara azan. Terutama pada
saat saya melakukan olah raga jogging (lari pagi). Saat itu, saya tidak
merasakan getaran apapun pada batin saya. Saya memperhatikannya
sepintas lalu saja. Tetapi, ketika saya sedang mempunyai masalah dengan
papa saya, saya melakukan aksi protes dengan jalan mengurung diri di
dalam kamar selama beberapa hari. Saya tidak mau sekolah. Saya tidak
mau berbicara kepada siapapun. Saya tidak mau menemui siapapun.
Pokoknya saya ngambek. Pada saat saya mengurung diri itulah, saya
menjadi lebih menghabiskan waktu menonton teve.
Kurang
lebih pulul 18.00 WIB. siara teve di hentikan sejenak untuk
mengumandangkan azan magrib. Biasanya setiap kali disiarkan azan magrib,
pesawat teve langsung saya matikan. Tetapi pada saat itu saya
betul-betul sedang malas, dan membiarkan saja siaran azan magrib
kumandang sampai selesai. Begitulah sampai berlangsung dua hari. Pada
hari ketiga, saya mulai menikmati alunan azan tersebut. Apalagi ketika
saya membaca teks terjemahannya di layar teve.
Sungguh,
selama ini saya telah lalai, tidak perhatikan betapa dalam arti dari
panggilan azan tersebut. Saya yang sedang bermasalah seperti
diingatkan, bahwa ada satu cara untuk meraih kesuksesan hidup di dunia
dan di akhirat kelak, yaitu dengan shalat.
Di
sisi lain, suara azan yang mengalun syahdu, sanggup menggetarkan
relung hati saya yang paling dalam. Hati saya yang resah, seperti di
sirami kesejukan. Batin terasa damai dan tenteram. Kebetulan meskipun
beragama kristen, tetapi saya sekolah di SMA Yayasan Perguruan Islam
Al-Azhar Kebayoran Baru.
Sejak
peristiwa itulah saya menjadi sering merenung dan memperhatikan
teman-teman yang melaksanakan shalat di Masjid Agung Al-Azhar yang
memang satu kompleks dengan sekolah saya. Saya pun mulai sering
berdiskusi dengan teman-teman sekelas, terutama dengan guru agama saya
Bp Drs. Ajmain Kombeng. Beliau orang yang paling berjasa mengarahkan
hidup dan keyakinan saya, sehingga akhirnya saya membulatkan tekat
untuk memeluk agama Islam. Apalagi menurut silsilah, keluarga kami
masih termasuk generasi kedelapan keturunan (trah) Sunan Muria.
Alhamdulillah,
rupanya, masuk islamnya saya membawa berkah bagi keluarga saya dan
keluarga besar Koeswoyo. Tahun 1986, saudara sepupu saya, Sari Yok
Koeswoyo, mengikuti jejak saya ke jalan Allah. Bahkan di awal 1989,
adik kandung saya, Hellen, telah berikrar mengucapkan dua kalimat
syahadat. Alhamdulillah, tidak ada masalah yang berarti dengan keluarga
kami.
Dengan
Islamnya Hellen, saya merasa mempunyai teman untuk berkompetisi
mendalami ajaran Islam. Pada setiap Kamis sore, ba’da shalat ashar,
kami berdua tekun mendalami Islam kepada seorang guru mengaji yang
datang kerumah. Sekarang ini saya sedang tekun mempelajari Al-Qura’an.
Meskipun saya akui masih rada-rada susah.
Dari
hasil pengkajian saya terhadap Islam dan Al-Qur’an, saya berpendapat
bahwa semua permasalah yang ada didunia ini, jawabannya ada di dalam
Al-Qur’an. Sebagai orang yang baru merintis usaha, saya tentu pernah
mengalami benturan-benturan bisnis. Jika kegagalan dikembalikan kepada
takdir Allah, maka insya Allah akan ada hikmahnya.
Menurut saya, manusia boleh saja merencanakan seribu satu planning, tetapi yang menentukan tetap yang di atas (Allah SWT).
Setealah
tamat di SMU Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tahun 1987 saya
melanjutkan kuliah di Stamford Colege, mengambil jurusan Managerial
Principples. Selama satu tahun setengah, saya bermukim di Negeri
Kanguru, Australia.
Setelah
itu, selama setahun saya bermukim di Singapura, masih di lembaga yang
sama, Stamford College Singapore. Selama di Australia, saya mempunyai
pengalaman menarik. Misalnya, kalau saya ingin shalat berjamaah ke
masjid maka saya harus ke daerah Lucinda di negara bagian Queensland.
Jauhnya sama antara Jakarta-Puncak, sekitar 90 km.
Sewaktu
saya shalat di apartemen, sahabat akrab saya orang Australia, memarahi
saya. "Ngapain kamu menyembah-nyembah begitu," katanya bersungut
sungut. Lalu saya jawab, "Sekarang saya jauh lebih tenang daripada
tadi, dari pada 5-10 menit yang lalau.
Setelah itu, kami terlibat
diskusi serius tentang perbedaan Islam dan Kristen. Alhamdulilah, sejak
saat itu kawan saya tampak serius mempelajari Islam. Meskipun sampai
saat ini, saya tidak tahu lagi apakah ia sudah masuk Islam atau belum.
Tapi buat saya sendiri, peristiwa itu memberikan kesan yang cukup
dalam. Meskipun kecil, terapi terasa telah berbuat sesuatu yang berarti
bagi diri saya dan agama saya, Islam. Saya di lahirkan di Jakarta, 1
Mei 1968, putri sulung Nomo Koeswoyo, pencipta lagu terkenal sekaligus
produser rekaman. Setelah selesai studi di Australia dan Singapura,
saya melanjutkan di John Robert Power Jakarta, mengambil program Public
Relation.
Semua hanya rahmat Allah.
Sebagai probadi saya juga ingin sukses. Saya ingin juga mengabdi diri,
supaya dapat menikmati kebahagian hidup. Soal materi bagi saya ternyata
tidak ada apa-apanya. Toh, kita menghadap Allah hanya dengan kain
kafan dan amal.
Siapa yang tidak kenal Chicha Koeswoyo?
Bagi
mereka yang pada tahun 1980-an seusia murid TK atau SD, Chica adalah
idola. Namanya, untuk masa kini, bisa disejajarkan dengan sederet
penyanyi cilik yang sedang beken seperti Sherina, Tasya, dan Miesy.
Lagu-lagu Chica seperti Helly dan Senam Pagi menjadi ‘nyanyian wajib’
buat anak-anak saat itu.
Nama
bekennya itulah yang kemudian juga mengantarkannya sebagai pemain
film. Minimal tiga judul film telah dibintanginya: Kartini, Chica, dan
Break Dance. Sebuah terbitan untuk anak-anak bahkan memakai namanya. Di
situ ia duduk sebagai pengasuh tanya jawab dengan sobat-sobat
kecilnya.
Ya, itu dulu. Seiring dengan
pertumbuhannya menjadi remaja dan kemudian seorang gadis cantik, ia
justru menepi dari kehidupan glamor. Apalagi saat itu ia mulai
merasakan nikmatnya menjalankan ajaran agama. Sejak itu secara pelan ia
pun surut dari kehidupan selebritis. Dan, ketika ia kemudian
melanjutkan pendidikan di Australia dan lalu Singapura, nama putri
sulung Nomo Koeswoyo, salah satu dedengkot Koes Bersaudara, ini pun
seolah ‘ditelan bumi’.
Nama
Chica tak lagi mewarnai lembaran dunia showbiz di tanah air. Namun,
menurut Mirza Riadiani Kesuma — nama asli Chica Koeswoyo –, ia tak
menyesali meninggalkan lingkungan dunia selebritis. Semua itu ia
lakukan dengan kesadaran. Dan sejak pulang ke Indonesia, sosok Chica pun
berubah total. Kini ibu dua anak ini lebih sering tampak di
forum-forum pengajian. Pengajian yang rutin didatangi adalah di tempat
ibu mertua dan kakak ipar. ”Saya haus dan butuh informasi aktual
tentang ajaran agama karena hidup memang harus berubah. Kalau tidak,
kita akan jalan di tempat,” kata mantan artis cilik ini.
Baginya,
kehidupan dunia ini hanyalah terminal, dan ia mengaku sedang transit
di terminal itu. ”Yang kekal itu nanti, di akhirat,” tuturnya. Namun,
ia melanjutkan, untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik harus
dilalui dengan kehidupan dunia yang baik pula. Kehidupan dunia yang
tidak baik, katanya, akan menyesatkan manusia dari jalan lempang.
Menurut
Chicha, hidup ini perlu keseimbangan. ”Memang kita berjuang untuk
hidup, tapi ibadah juga jangan dilupakan. Apalagi hidup di kota besar
hampir setiap orang berambisi akan materi. Karena itu, harus ada
balance,” tutur wanita yang ingin jadi entrepreneur ini.
Chicha
merasa dunia ini sudah semakin tua dan seharusnya hal yang negatif
dihindari. Ada kecemasan terhadap kehidupan di kota. Alangkah lebih
baik, lanjut wanita yang mengaku sangat menikmati menjadi orang biasa
ini, hidup diisi dengan hal yang positif daripada yang mubazir.
Agar
hidup bisa sejahtera, ujarnya, tiap manusia harus berupaya hidup
lurus, tidak saling menzalimi. ”Hal ini bisa diterapkan dalam keluarga
dan tetangga dengan memahami cara berfikir mereka,” kata anak pertama
dari tiga bersaudara ini. Sebagai ibu rumah tangga, Chica menuturkan
semua pedoman tentang hidup yang didapatkannya itu kini ingin juga
ditularkan kepada keluarganya, khususnya kepada anak-anaknya. Ini,
katanya, karena anak-anak akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya.
”Orang tua adalah figur yang akurat bagi anak-anak,”
ujar mantan penyanyi cilik yang lincah melantunkan lagu ‘heli, guk guk
guk’ itu. Bila Chicha sedang shalat jamaah bersama suami, anak
pertamanya yang masih berusia tiga tahun akan diam, dan terkadang
mengikuti apa yang dilakukan kedua orang tuanya ikut berdoa, dzikir,
dan menunggu saling cium tangan.
Mantan pelantun lagu anak-anak
ini mengaku sering melakukan tafakur. Biasanya, sehabis shalat Isya dan
setelah menidurkan kedua anaknya. ”Saya senang bertafakur di saat
suasana hening,” katanya.
Chica
menyadari, apa yang dijalaninya kini belumlah sempurna sebagai seorang
muslimat. Namun, katanya, ia selalu berupaya menuju ke sana. Sebagai
misal, meski ia belum selalu memakai pakaian yang menutup seluruh
aurat, tapi ia berupaya berpakaian sopan. Sejak menikah, ujar wanita
kelahiran Jakarta 1 Mei 1968, memakai baju ketat tidak cocok lagi.
”Rasanya tidak enak saja berpakaian seperti itu,” tegas pengagum
cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid ini.
Chicha mengatakan sangat
mengsyukuri apa yang didapatkannya dalam hidup ini. Apalagi, katanya,
Allah masih memberikan umur yang panjang sehingga ada kesempatan untuk
berbuat amal kebaikan. Ia pun selalu berdoa agar anak-anak dan
keluarganya dari hari ke hari diberi keselamatan.
”Bila ada apa-apa, saya akan
pasrahkan semua kepada Allah,” ujarnya. Menurutnya, pada waktu-waktu
tertentu ia selalu berintrospeksi mengenai kekurangan apa saja yang
telah diperbuat hari ini. Bila ada kesalahan pada Allah ia akan minta
ampun. Bila ada kesalahan kepada orang lain, ia juga akan minta maaf
kaena manusia memang tidak luput dari kesalahan.
Menurut pemilik nama asli Mirza
Riadiani Koeswoyo, karena manusia tidak mengetahui rencana Allah
selanjutnya, maka dia berharap senantiasa diberi kesadaran penuh dalam
menghadapi hidup ini.
”Jangan sampai tidak diberi
kesabaran menghadapi cobaan hidup,” ungkap Chicha yang mengaku sering
ditawari manggung dan main sinetron. Biasanya, lanjut putri pasangan
Nomo Koeswoyo dan Francisca, bila doanya mendapat keridhoan Allah, esok
harinya seperti ada jalan yang terbentang lebar.
”Saya akan tambah bersyukur,”
kata Chicha yang mengaku kehidupan sehari-harinya dijadikan inspirasi
oleh Nomo Koeswoyo, ayahnya. Kini, setelah melakukan umrah di tahun
1992, Chica berkeinginan untuk dapat melaksanakan kewajiban ibadah
haji. Sayangnya, ketika niat dia dan suaminya sudah bulat, ada saja
rintangannya.
Kebetulan sekarang ini ia sedang
mengandung anak ketiganya. ”Mudah-mudahan Allah memberikan jalan,” doa
pengelola Kedai Bunga ini.
(Adhes/Albaz - dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/)
Chicha kemana nih,saya penggemarmu ...rindu sekali ketemu atau melihat kamu di tv, kangen berat nih..
BalasHapuskapan kak chicha muncul lg d TV.........
BalasHapusHallo Chicha... Apa kabar?...
BalasHapuskapan nyanyi bareng lagi dengan Adi Bing Slamet...