Laman

Senin, 20 Februari 2012

Prof Hassan Ko Nakata (Cendekiawan Jepang)

Namanya mencuat di Indonesia ketika ada Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Agustus 2007. Ia adalah salah satu pembicara kegiatan akbar yang menghentak dunia pada saat itu. Sebelumnya kaum Muslim di Indonesia tak banyak tahu ada seorang cendekiawan Jepang yang begitu besar perhatiannya terhadap dakwah Islam.

Prof. Hassan Ko Nakata (49) adalah satu dari sedikit kaum intelektual di negeri matahari terbit yang tertarik pada Islam. Ia mengaku masuk Islam pada tahun 1983. Itu pun dilakukannya setelah 15 tahun mempelajari Islam. Cukup lama untuk sebuah keputusan yang buat kebanyakan orang di Indonesia adalah hal biasa, tapi tidak untuk orang Jepang karena agama bagi orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Kebanyakan orang Jepang tak lagi memerhatikan agama.

Presiden Asosiasi Muslim Jepang ini masuk Islam ketika menjadi mahasiswa di tahun ketiga di Fakultas Studi Islam di Tokyo University. Sebelumnya ia sangat familiar dengan agama Kristen. Tak heran ketika awal kuliah di Tokyo University, ia mengikuti kelompok kajian Bibel. Di situlah ada kajian tentang perbandingan agama.

Di sana ada perbandingan agama Kristen, Yahudi, Shinto, Budha, dan Islam. Ketika menimbang dan membanding selama sekitar setahun ia merasa ajaran Islamlah yang paling menyeluruh. “Saya menemukan bahwa Islamlah sistem hidup yang paling komprehensif, paling rasional dan konsisten, dan akhirnya atas rahmat Allah SWT saya memutuskan untuk masuk Islam,” tuturnya. Ia pun menambahkan Hassan di depan nama aslinya. Ia pernah mendalami tarekat Naqshabandiyah dan Syaziliah. “Namun saya bukan murid yang baik,” ujarnya.

Usai bergelar sarjana, Hassan ingin lebih memperdalam Islam. Namun belum ada program master Kajian Islam di universitas Jepang. Buku-buku Islam berhuruf kanji pun masih sulit didapat. Untunglah tak lama kemudian Universitas Tokyo membuka program master Kajian Islam. ”Saya menjadi mahasiswa Muslim pertama dan terakhir di jurusan Islamic Studies Universitas Tokyo selama 25 tahun ini,” ujar Profesor ini.

Setelah menyelesaikan masternya di Tokyo University, ia melanjutkan studi doktornya di Universitas Kairo. Disertasianya tentang Pemikiran Politik Ibn Taymiyah (al-Fikratu al-Siyasatu ‘inda Ibni Taymiya). Dalam disertasi itu ia menjelaskan keunikan pemikiran politik Ibnu Taymiyah dalam sejarah pemikiran politik dan pengaruhnya terhadap gerakan politik kontemporer, termasuk terhadap Hizbut Tahrir. Setelah lulus doktor, Hassan sempat menjadi peneliti Kedutaan Jepang di Saudi Arabia (1992-1995). Tak heran ia sangat fasih berbahasa Arab.

Kiprahnya dalam dakwah di Negeri Sakura ini tergolong menonjol. Karakteristik orang Jepang sekarang cuek terhadap agama memacunya mencari jalan untuk bisa mendakwahkan Islam. Terlebih lagi sangat sedikit dai yang berkualitas.
Satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang, menurutnya, adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang.

Ia bersama minoritas Muslim Jepang melakukan berbagai upaya, di antaranya menerjemahkan sejumlah kitab klasik seperti Tafsir al-Jalalain, al-Siyasah al-Syar’iyyah of Ibn Taimiyyah, dan Zad al-Mustaqni’ al-Hujawi al-Hanbali, juga menerbitkan majalah bulanan yang disebarkan secara cuma-cuma kepada seluruh Muslim Jepang di seluruh dunia sebagai media informasi dan komunikasi.

Hassan Ko Nakata kini menjadi Presiden Asosiasi Muslim Jepang sembari mengajar Kajian Islam di Universitas Doshisha, Kyoto. Mayoritas mahasiswanya justru beragama Kristen. Selama empat tahun menjadi Guru Besar di Doshisha, Hassan berhasil memikat empat mahasiswanya yang semula atheis untuk masuk Islam.

Kontak dengan Hizbut Tahrir

Banyak orang mengira bahwa profesor ini adalah anggota Hizbut Tahrir (HT) sebab pandangan-pandangannya tentang Islam mempunyai kesamaan dengan pemikiran HT. Ternyata ia memang memiliki kontak dengan anggota HT.

Kontak itu terjadi ketika ia mengunjungi Arab Saudi. Ia bertemu dengan syabab HT di negeri itu. Syabab ini seorang dokter dan kini tinggal di Kanada. Dari dokter inilah ia mengetahui banyak soal pemikiran-pemikiran HT tentang keharusan menegakkan Khilafah.

Ia mengaku sangat terkesan dengan pertemuan itu. Menurutnya, Hizbut Tahrir adalah satu-satunya gerakan politik Islam yang memiliki teori politik yang konsisten dan terintegrasi yang disusun berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap syariah dan realitas Dunia Islam kontemporer.

“Saya tidak yakin bahwa kita, umat Islam, dapat menegakkan kembali Khilafah hanya dengan usaha kita semata. Tapi saya percaya bahwa satu-satunya jalan untuk menegakkan kembali Khilafah, di luar adanya keajaiban dari Allah, adalah melalui usaha dengan metodologi yang berdasar pada pemikiran politik Hizbut Tahrir. Hanya, pemikiran itu memerlukan pengembangan dan penyesuaian sesuai dengan perubahan-perubahan kontemporer yang terjadi di dunia,” kata Profesor Hassan.

Ketika berbicara di hadapan 100 ribu orang yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno Agustus 2007, ia mengatakan, “Dalam konteks dunia Islam kontemporer, hanya Hizbut Tahrirlah yang bisa dikatakan sebagai “gerakan politik Islam” yang memperjuangkan terealisasinya Khilafah yang merupakan panggilan universal; tidak hanya untuk umat Islam, tetapi lebih dari itu.”

Ia mengatakan bahwa Khilafah tidak hanya dapat diterima oleh komunitas non Muslim, namun juga sangat diinginkan oleh mereka yang percaya kepada kesetaraan, keadilan, kebebasan dan kemanusiaan. Alasannya, sistem Khilafah memiliki pemerintahan “membumi” atau “bersifat keduniaan” yang menjamin otonomi komunitas beragama dalam konteks sosial yang sangat beragam. Sistem Khilafah ini juga berfungsi sebagai sarana pembebasan untuk mengentaskan sistem negara bangsa yang eksplotitatif yang memenjarakan dalam penjara “negara bangsa”.
Ia menyebutkan dua peran ganda Hizbut Tahrir, yakni mencerahkan umat Islam akan kewajiban mereka dalam mendirikan kembali Khilafah sesuai dengan hukum syariah dan menjelaskan misi Islam universal dari sistem Khilafah kepada dunia Barat dengan sudut pandang ilmu sosial negara Barat.

Dalam konteks itu, ia menyimpulkan bahwa Indonesia merupakan tempat terbaik untuk menjalankan misi Islam ini karena kondisinya yang tidak ditemukan di negeri Muslim lainnya.
(mediaumat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar